Sabtu, 06 Desember 2008

Pahami Gejala Serta Gangguannya
* Anak Autis Kerap Mengulangi-ulangi Perbuatannya

SEIRING berkembangnya zaman, dari waktu ke waktu jumlah penyandang spektrum Autis kian meningkat pesat. Tak bisa dipungkiri penyakit ini terus mewabah ke berbagai belahan dunia. Berdasarkan penelitian para ahli medis, hasil yang sangat mengkhawatirkan, hingga kini di beberapa negara terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang cukup tajam.

Autisme merupakan gangguan mental berat yang dimulai sejak sebelum usia anak 3 tahun Penyakit ini mengenai otak dan membuat anak kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Hal ini ditandai seringkali terjadi keterlambatan berbicara, anak suka menyendiri, dan menunjukkan kurangnya minat berinteraksi dengan orang lain.

"Selain perilaku tersebut, pada anak autis biasanya memiliki keterbelakangan mental dan sulit menerima pelajaran yang diberikan. Namun, tidak menutup kemungkinan, adakalanya anak-anak tersebut malah memiliki kecerdasan tinggi," jelas Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RS Awal Bros dr Fisher Iwan SpKFR.

Sedang untuk usia anak yang terkena autis, umumnya terjadi pada anak laki-laki usia 3-4 tahun. Hal ini ditandai dengan adanya gejala-gejala autis seperti gangguan interaksi sosilal, gangguan berkomunikasi, serta gangguan perilaku berupa stereotipi atau mengulang-ulang satu perbuatan yang tidak lazim.

"Pada gangguan interaksi sosial, anak penyandang autis cendrung kurang memahami perasaan orang lain, umumnya anak-anak tersebut memperlakukan orang lain layaknya sama seperti benda-benda mati. Mereka biasanya mencari rasa aman yang aneh. Biasanya anak yang merasa takut atau sakit, akan mencari orang lain untuk memperoleh rasa nyaman. Tak hanya itu, anak autis biasanya nyaman dengan melakukan gerakan-gerakan dan memperhatikan benda tertentu," terang dr Fisher Iwan SpKFR.

Anak autis biasanya melakukan komunikasi yang abnormal seperti ekspresi wajah yang datar, mimik wajah yang tidak sesuai dengan emosi, tidak dapat menunjukkan perilaku untuk memulai interaksi sosial seperti anak umumnya. Sebut saja, saat mereka bertemu dengan orang baru, anal tidak menyapa, pandangan hampa pada satu titik, tidak melihat maupun tersenyum pada orang tersebut.

Sedangkan untuk perilaku, anak sering melakukan gerakan badan berulang-ulang, seperti memutar- mutar tangan, bertepuk-tepuk tangan, menjatuhkan diri secara tiba-tiba. Pada saat terjadi perubahan lingkungan, si anak akan merasa mudah sekali tertekan

"Banyaknya gangguan yang terjadi pada penyandang autis, membuat mereka sangat membutuhkan penanganan yang serius. Karena jika sudah terlambat, hal ini akan sangat memperngaruhi masa depan dan kehidupannya. Untuk mengetahui seorang anak autis atau tidak, harus diselidiki dari riwayat penyakit, gejala-gejala, pemeriksaan fisik dan observasi mental. Kemudian dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi sebagai penunjang diagnostik.," terang dr Fisher Iwan SpKFR.(hdr)


Tangani Autis Sejak Dini


SEBAGAI orangtua siapa yang tidak menginginkan anak dapat hidup mandiri, dengan harapan mereka mampu berkarya dan mengukir berprestasi, serta dapat diterima di masyarakat layaknya anak pada umumnya yang memiliki rasa sosialisasi yang tinggi.

Dulu Autis dikatakan sebagai suatu kelainan yang tanpa harapan untuk sembuh. Namun sejak 1-2 dekade terakhir ini, dengan terapi dan penanganan yang optimal dan terjadwal, membuktikan semakin banyak penyandang Autis yang dapat sembuh atau paling tidak menuju kesembuhan.

Melakukan terapi perilaku kepada anak autis harus dilakukan sejak dini secara intensif, konsisten dan terjadwal sebelum seorang anak berusia 3 tahun agar dapat lebih mengembangkan dan merangsang bahasa dan bicara pada si anak.

"Jika dilakukan dengan baik, terapi ini akan memperbaiki kapasitas berbicara dan fungsi sosialnya. Terapi perilaku yang paling kerap digunakan seperti dengan memberikan si anak pujian atau hadiah jika si anak melakukan perilaku positif. Hal ini akan membuatnya senang, dengan demikian diharapkan agar si anak cenderung untuk mengulangi dan melanjutkan perilaku tersebut. Sebaliknya, mengacuhkan anak apabila berperilaku negatif semakin membuatnya kian menjadi-jadi," ungkap dr Fisher Iwan SpKFR.

Terapi lain, dengan merangsang indera sensoriknya yang dapat dilakukan melalui rangsangan audio, visual dan sentuhan dalam suatu permainan. Dengan demikian anak lebih mau berinteraksi pada lingkungannya. Sedang untuk aktivitas latihan fisik dalam kelompok membantu mereka untuk mengembangkan keseimbangan tubuh, koordinasi dan ketrampilan motorik.

"Menyikapi hal tersebut, saya menyarankan agar setiap orangtua harus benar-benar mengerti keadaan anak, dan perlahan mempelajari bagaimana mengatasi perilaku anak. Dukungan terhadap orang tua juga sangat diperlukan dari teman, saudara, dan masyarakat sekitar. Karena untuk melatihnya sangat membutuhkan kesabaran. Selain itu, orangtua disarankan untuk mengikuti terapi kelompok, sehingga dapat bertukar pengalaman dan mendapatkan dukungan dari orangtua penderita autis yang lain," terang dr Fisher.

Selain memberikan terapi, hal terpenting dilakukan adalah dengan terus berdoa kepada Tuhan agar anak dapat diberi kesembuhan dan keluarga diberi kemampuan, kekuatan, kesabaran serta ketabahan dalam membesarkan serta mendampingi si anak autis. Sehingga keluarga maupun si anak diberikan jalan terbaik, agar dapat membantu dan mendukung proses perbaikan perkembangan penderita. Dengan demikian kita terus bersyukur dan tidak merasa terbebani dalam menjalankan kehidupan bersamanya.(hdr)


Gejala-gejala pada anak autis autis:


1. Gangguan interaksi sosial
* Kurangnya kesadaran memahami perasaan orang lain, yang dianggap tak lebih seperti benda- benda mati.
* Pencarian rasa aman yang aneh apabila merasa takut dan sakit dengan mencari orang lain untuk memperoleh rasa nyaman. Anak autis juga biasanya akan merasa nyaman melakukan gerakan- gerakan dan memperhatikan benda tertentu.
* Tidal adanya sifat sosial, biasanya anak autis bermain dengan anak lain hanya dianggap tak lebih sebagai alat bantu saja.

2. Gangguan berkomunikasi
* Karena kurangnya perhatian terhadap lingkungan sekitar, otak akan mengalami kesulitan dalam memproses kata-kata yang ternyata mempunyai arti dan dapat dipakai sebagai alat komunikasi.
* Menunjukkan komunikasi yang abnormal seperti, ekspresi wajah yang datar, mimik wajah yang tidak sesuai dengan emosi, tidak dapat menunjukkan perilaku untuk memulai berinteraksi sosial.
* Hilangnya imajinasi dan fantasi si anak.
* Produksi suara yang abnormal pada tinggi rendah suara, intonasi, ritme, penekanan yang monoton, nada seperti bertanya, atau suara yang melengking.
* Sering menggunakan kata-kata berulang atau membeo. Kerap salah dalam tata bahasa seperti menggunakan kata "kamu” padahal artinya ”saya”.

3. Gangguan perilaku berupa stereotipi yang mengulang-ulang satu perbuatan yang tidak lazim.
* Menggerakan badan secara berulang-ulang, seperti memutar-mutar tangan, bertepuk-tepuk tangan dan sebagainya
* Menggerakkan-gerakan seluruh badan yang kompleks seperti tiba-tiba menjatuhkan diri.
*Kerap menggerakan pengulangan dengan satu benda, seperti mencium-cium benda, memutar
roda, dan sebagainya.
* Jika terjadi perubahan lingkungan akan mudah sekali tertekan.
* Hanya tertarik pada benda yang itu-itu saja. Apabila diganti, si anak akan marah dan tertekan.(hdr)


Penanganan Terhadap Anak Autis:
1. Terapi perilaku secara intensif, konsisten dan terjadwal, sebelum usia 3 tahun dengan target
perkembangan bahasa dan bicara dengan memberi pujian atau hadiah apabila si anak berprilaku positif dan acuhkan apabila ia berperilaku negatif.
2. Berikan pendidikan khusus, seperti lembaga sekolah khusus atau kursus tertentu.
3. Latihan ketrampilan sosial. Termasuk latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri termasuk tata cara makan, menjaga kebersihan badan dan serta bagaimana pada saat tidur. Yang tak kalah pentingnya, lakukan pembauran pada masyarakat seperti ke tempat ibadah, mal, musium, dan sebagainya.
4. Sebagai orangtua, dituntut harus mengerti keadaan anak, dan perlahan mempelajari bagaimana mengatasi perilaku anak. Dukungan terhadap orang tua juga sangat diperlukan dari teman, saudara, karena untuk menjalaninya membutuhkan kesabaran. Orangtua dianjurkan mengikuti terapi kelompok, sehingga dapat berbagi dan mendapatkan pengalaman dan dukungan dari orangtua penderita autis yang lain.
5. Anak autis yang lebih besar perlu diajarkan tata krama dan sopan santun yang berlaku di
masyarakat. Untuk ini diperlukan konseling dengan seorang psikolog yang berfungsi untuk menentukan tingkat kecerdasan si anak dan memberikan dukungan mental untuk orangtua. (hdr)


Pendekatan melalui diet makanan

Beberapa faktor yang menyebabkan fungsi pencernaan makanan menurun karena :
1. Keracunan logam berat, seperti merkuri.
2. Tumbuh jamur di usus, karena pemakaian antibiotik yang tidak rasional karena anak sering
sakit. Akibatnya mukosa usus menjadi berlubang-lubang dan terjadi peningkatan permeabilitas usus sehingga ada beberapa zat makanan dapat menembus usus dan langsung masuk kedarah.


Efeknya adalah :
1. Terbentuk semacam morfin di otak.
2. Meningkatnya reaksi alergi terhadap makanan tertentu. Sehingga gejala autis memberat setelah makan makanan tertentu, anak menjadi sulit dikendalikan, sehingga sering mengalami tantrum.

Sedang untuk makanan yang sering menimbulkan alergi adalah makanan dengan molekul yang besar yakni gluten/tepung-tepungan dan kasein/susu harus dihindari. Seperti: susu bubuk mentega, keju, coklat, yoghurt, es krim, roti, makaroni, spageti, mi, sereal, crackers, tepung bahan pengembang kue, dan susu sapi segar.(hdr)

Tidak ada komentar: